Sedikit tentang Blue Energy
Kutipan dari beberapa media
Dari semua pemaparan yang ada pada Jawa Pos, yang saya temukan hanyalah klaim-klaim semata. Klaimnya adalah bahan bakar ini berbahan dasar air. Selain itu sama sekali tidak ada penjelasan memadai bagaimana bahan bakar tersebut bisa diproduksi:
“Intinya adalah pemecahan molekul air menjadi H plus dan O2 min. Ada katalis dan proses-proses sampai menjadi bahan bakar dengan rangkaian karbon tertentu,” Untuk mesin dengan bahan bakar premium, solar, premix, hingga avtur, Joko mengaku telah menyiapkan bahan bakar pengganti sesuai dengan mesinnya. “Tinggal mengatur jumlah rangkaian karbonnya. Mau untuk mesin bensin, solar, sampai avtur ya sudah ada,” kata ayah enam anak itu.
Apa prinsip utama penemuan itu?
Pemisahan H plus dan H2 min dengan bantuan katalis-katalis dan proses tertentu sampai menjadi bahan bakar dengan jumlah ikatan karbon tertentu. Begini, ada C-C (karbon-karbon, Red) yang bergandengan, pacaran. Lalu kita ganggu, bagaimana kalau orang pacaran diganggu?
Tidak cukup meyakinkan? Saya pun berpikir demikian.
Sebenarnya bukan tidak mungkin mensintesis bahan bakar dari air. Yang paling populer dan mudah dilakukan adalah melalui proses elektrolisis, yaitu mengkonversi molekul air menjadi oksigen dan hidrogen. Namun, proses ini tentunya juga memerlukan banyak energi dalam bentuk listrik. Artinya proses ini hanyalah mengkonversi suatu bentuk energi dari satu bentuk ke bentuk yang lain, dan tentunya energi yang diperlukan selalu lebih banyak daripada energi yang dihasilkan. Jika energi listrik tersebut berasal dari bahan bakar fosil, maka kita kembali lagi ke masalah semula. Air bukanlah sumber energi, setidaknya bukan dengan cara demikian.
Dugaan saya ternyata terbukti:
Sementara itu, Joko Suprapto mengungkapkan, blue energy bisa murah karena teknologi listrik yang murah pula. “Yang utama harus ada listrik murah. Kalau tidak, sama saja. Sebab, energi untuk membuat blue energy ini sangat besar,” ungkapnya.
Ternyata yang disebut sebagai sumber energi ini memang hanya mengkonversi satu energi dari satu bentuk ke bentuk yang lainnya. Di tempat lain, penemunya mengatakan:
Jika ‘Blue Energy’ ini diproduksi masal, maka hal tersebut hanya akan memindahkan dana dari subsidi BBM ke subsidi listrik. Selain itu, PLN saat ini pun masih kesulitan untuk memenuhi permintaan dari masyarakat. Jika nantinya ‘Blue Energy’ ini diproyeksikan untuk menggantikan BBM, maka kita akan mendapatkan masalah lain.
‘Blue Energy’ memang dapat membantu dalam hal logistik energi jika memang proses tersebut dapat mengkonversi energi listrik menjadi energi yang dapat digunakan langsung pada mesin pembakaran internal dengan efisiensi yang lebih tinggi daripada teknologi yang sudah ada. Klaim ini tentunya harus dibuktikan melalui proses ilmiah yang benar.
Sayangnya, bukan hal tersebut yang terlebih dahulu dilakukan, penemunya akan langsung melakukan tahap produksi yang didukung langsung oleh pejabat negara.
‘Blue Energy’ ini bisa benar bisa tidak. Walaupun demikian tanpa pembuktian yang jelas, saya pribadi tidak berharap terlalu banyak, dan besar kemungkinan hal ini hanya akan sedikit membuat malu nama Indonesia di ajang Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim. Mudah-mudahan tidak terjadi blunder lainnya di konferensi tersebut.
Update 7 Desember 2007
Kutipan dari Media Indonesia:
Blue energy merupakan jenis bahan bakar yang berbeda dari bahan fosil, karena blue energi tersusun dari hidrogen dan karbon tak jenuh sintetik yang dicampur BBM (Bahan Bakar Minyak) biasa.
Pernyataan tersebut kontradiktif karena BBM sendiri merupakan bahan bakar fosil.
dikutip oleh Panjul handoko.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar